Teman-teman blogger, berikut saya copy kan tulisan saya tentang Program Literasi Guru yang pernah dimuat pada Harian Padang Ekspress pada tanggal 24 Desember 2016. Berikut tulisan tersebut.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Program Literasi Guru
Oleh : Berry Devanda
Oleh : Berry Devanda
Defenisi literasi mengalami perubahan sesuai dengan
zaman. Beberapa dekade yang lalu literasi dapat diartikan membaca dan menulis
saja. Bormuth
(1973, p. 9) berpendapat bahwa literasi adalah
kemampuan membaca dan menulis yang merupakan kemampuan dasar yang berharga bagi
setiap manusia. Bourmuth, lebih jauh menjelaskan bahwa dengan kemampuan
tersebut manusia bisa berkomunikasi dan menguasai ilmu pengetahuan. Sementara
itu, pada saat sekarang literasi diartikan sebagai ‘kemampuan seseorang untuk
memahami, mengevaluasi, menggunakan teks tertulis untuk dapat berpartisipasi
dalam masyarakat, mencapai tujuan, mengembangkan kemampuan dan potensi’ (OECD, 2016, p. 38). Perubahan defenisi terjadi karena
kebutuhan manusia yang terus berubah sesuai dengan kondisi zaman. Salah satu
contoh adalah beberapa dekade yang lalu seseorang hanya diminta memiliki kemampuan
membaca dasar, namun saat ini karena tuntutan pekerjaan, seseorang diminta
untuk memiliki kemampuan membaca dan menulis pada tingkat tertentu. Kemampuan
literasi yang rendah akan menyulitkan seseorang dalam memahami sebuah petunjuk
teknis kegiatan, sebagai contoh, instruksi minum obat dari dokter dan lain
sebagainya. Mengingat fungsinya yang penting, maka peningkatan kemampuan
literasi akan berdampak positif pada kehidupan seseorang.
__________________________________
Baca Juga :
__________________________________
OECD pada tahun 2016 merumuskan enam tingkatan kemampuan literasi orang
dewasa. Tingkatan paling rendah adalah dibawah 1 dan paling tinggi adalah level
5. Seseorang yang memiliki kemampuan dibawah level 1 hanya dapat memahami teks
pendek yang tidak memerlukan pengetahuan struktur kalimat dan paragraf untuk
menyelesaikannya. Pada tingkatan tertinggi (level 5), seseorang mampu
menggabungkan informasi dari banyak teks dan membuat model logika. Pada tahapan
ini, seseorang dapat mengevaluasi realibilitas sebuah teks dan kemudian
mengambil kesimpulan level tinggi.
UNESCO pada tahun 2015 melaporkan bahwa 93.9% penduduk Indonesia yang
berusia diatas 15 tahun dilaporkan sudah melek aksara, namun kemampuan literasi
masyarakat Indonesia masih dikategorikan rendah. Data terbaru melaporkan bahwa kurang
dari 1% orang dewasa (usia 16 sampai 65 tahun) di Jakarta yang memiliki
kemampuan literasi tertinggi (Kankaraš, Montt,
Paccagnella, Quintini, & Thorn, 2016). Pada level tertinggi ini, orang dewasa
mampu untuk mengintegrasi, menginterpretasi dan mensintesa informasi yang
panjang dan kompleks. Disisi lain, hampir 70% orang dewasa Jakarta memiliki
kemampuan literasi yang rendah yaitu pada level 1 atau lebih rendah (OECD, 2016). Persentase tersebut merupakan nilai
terbesar dari 33 negara yang disurvey. Walaupun hasil survey tersebut tidak
secara langsung dapat disimpulkan mewakili kondisi Indonesia, temuan di Ibu
kota negara tersebut memberikan gambaran tentang diperlukannya usaha untuk
meningkatan kemampuan literasi orang dewasa atau angkatan kerja. Mengingat pentingnya kemampuan
literasi bagi kesuksesan orang dewasa dan data OECD (2016) tentang rendahnya
kemampuan literasi angkatan kerja termasuk guru, maka diperlukan usaha untuk
meningkatkan kemampuan literasi.
Guru membutuhkan kemampuan literasi yang baik untuk
memenuhi kewajiban-kewajibannya yang tertulis dalam pasal 20 UU Nomor 14 Tahun
2005 tentang guru dan dosen. Salah satu contoh adalah kewajiban untuk
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu. Pembelajaran yang bermutu dapat
dilaksanakan oleh guru dengan persiapan yang baik, kemampuan untuk memanfaatkan
sumber daya yang ada, penguasaan pengetahuan ilmu pendidikan. Kemampuan
literasi yang baik sebagai salah satu bentuk keahlian, akan membantu guru
berinovasi (Wright
& Sissons, 2012), sehingga kewajiban
guru untuk menghadirkan proses pembelajaran yang bermutu di dalam kelas dapat
tercapai. Guru yang memiliki kemampuan literasi yang baik dapat mengumpulkan
informasi dengan efektif untuk melaksanakan pembebelajaran yang bermutu. Selain
itu, kemampuan literasi guru yang baik diprediksi juga dapat meningkatkan
kualitas komunikasi tertulis dengan siswa, contohnya komentar pada hasil kerja
siswa dan juga komentar pada rapor siswa.
Kemampuan literasi yang baik juga dibutuhkan guru
untuk memenuhi salah satu standar kompetensi yaitu melakukan penelitian
tindakan kelas (PTK). Menyusun laporan PTK membutuhkan beberapa keahlian
seperti membaca efektif untuk dapat menemukan teori pendukung di dalam Kajian
Pustaka. Disisi lain, juga dibutuhkan kemampuan untuk mengelompokan literatur
berdasarkan topik yang sedang diteliti. Oleh karena itu, kemampuan literasi
menjadi hal sangat penting untuk melakukan kajian pustaka pada penyusunan
laporan PTK. Mengingat untuk dapat menemukan informasi yang diperlukan dari
berbagai sumber bacaan merupakan tantangan tersendiri dalam menyusun laporan
PTK, maka kemampuan literasi menjadi hal yang sangat penting.
Disamping kemampuan
membaca yang baik, penyusunan laporan PTK juga membutuhkan kemampuan menulis.
Kemampuan menulis seperti menghilangkan kata yang tidak perlu dalam kalimat
membutuhkan pengalaman menulis dan latihan. Disisi lain, membuat paragraf yang
memiliki ide pokok yang jelas juga membutuhkan latihan. Lebih jauh,
menghubungkan satu paragraf dengan paragraf sebelum atau sesudahnya juga
merupakan kemampuan yang dibutuhkan dalam membuat karya tulis ilmiah seperti
laporan PTK.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan sekolah untuk meningkatkan
kualitas literasi guru adalah dengan ‘Program Literasi Guru’. Di dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 19 tahun 2007
tentang standar pengelolaan juga ditekankan bahwa sekolah mempunyai tugas untuk
membantu pengembangan profesionalisme guru. Pada tahap awal, sekolah harus
membentuk tim Program Literasi Guru. Tim tersebut dipimpin sendiri oleh kepala
sekolah dan beranggotakan perwakilan wakil kepala sekolah, guru dan staf
sekolah serta komite sekolah. Jumlah anggota tim disesuaikan dengan keadaan dan
kemampuan sekolah. Tim tersebut bertugas untuk merancang, menjalankan dan
mengevaluasi program ini. Lebih jauh, tim ini yang bertanggung jawab untuk
menentukan tujuan program, rincian kegiatan, rancangan pendanaan dan evaluasi.
Sebelum memulai merencanakan program lebih jauh, sekolah melalui tim
yang sudah dibentuk melakukan identifikasi kemampuan literasi guru-guru.
Tahapan ini penting karena dapat mengumpulkan informasi tentang sejauh mana
level kemampuan literasi guru. Selain memberikan data tentang kondisi literasi
guru, informasi tersebut dijadikan dasar atau acuan dalam menentukan prioritas kegiatan
peningkatan kemampuan literasi guru. Analisa awal ini juga akan memberikan
informasi tentang tantangan dan hambatan yang akan dihadapi pada upaya untuk
meningkatkan kemampuan literasi guru ini.
Langkah berikutnya adalah merancang bentuk kegiatan sesuai dengan
analisis kebutuhan yang sudah dilakukan. Beberapa program dapat dijadikan
pilihan untuk meningkatkan kemampuan literasi guru salah satunya adalah
pelatihan berkelanjutan. Pelatihan berkelanjutan adalah pelatihan
berkesinambungan yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu misalnya satu
semester. Dalam rentangan waktu tersebut, setiap minggunya, dipilih satu topik
khusus untuk disajikan. Beberapa topik berkaitan dengan kemampuan membaca yang
dapat dimasukan kedalam program literasi guru adalah teknik membaca cepat,
teknik membaca efektif menjadi pembaca aktif. Selain itu, beberapa topik
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan menulis guru adalah memahami struktur falam
kalimat kompleks, teknik untuk menghilangkan kata-kata yang tidak perlu dalam
kalimat, membuat kalimat kompleks dan menulis paragraf yang ideal. Pelatihan
tersebut juga dapat dikombinasikan dengan program sekolah lainnya seperti
pelatihan penulisan laporan PTK.
Salah satu tantangan dari pelatihan ini adalah menghadirkan instruktur
atau tutor, namun permasalahan ini dapat diselesaikan melalui beberapa cara.
Instruktur pelatihan dapat diminta dari dua kelompok. Kelompok pertama didatangkan
dari perguruan tinggi terdekat sedangkan kelompok kedua dapat dimanfaatkan
guru-guru dari kelompok mata pelajaran Bahasa seperti Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris. Guru-guru tersebut juga dapat didatangkan dari sekolah lainya
dengan memanfaatkan peran Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Topik-topik
yang dibahas dalam satu semester didistribusikan kepada kedua pihak untuk
dipilih dengan mempertimbangkan faktor keilmuan, biaya dan waktu.
Metoda pelatihan harus mengedepankan unsur
kolaborasi. Pembelajaran kolaboratif mempunyai banyak manfaat baik secara
akademik maupun sosial. Manfaat pembelajaran kolaboratif secara akademik
diantaranya adalah meningkatkan kemampuan berprikir kritis dan mendorong
peserta didik untuk terlibat secara aktif (Laal
& Ghodsi, 2012, p. 487). Lebih jauh, Laal
and Ghodsi (2012) menjelaskan bahwa
secara sosial, salah satu manfaat pembelajaran kolaboratif adalah menciptakan
komunitas pembelajar. Untuk membuat pelatihan lebih kontekstual, bahan ajar
yang digunakan hendaknya berhubungan langsung dengan tugas guru seperti analisa
Permendikbud tentang dengan standard penilaian. Analisa tersebut dapat langsung
dituangkan sebagai salah satu kajian pustaka pada penulisan laporan PTK.
Waktu pelaksanaan setiap minggu yang efektif adalah
satu jam oleh karena itu topik yang disajikan dalam pelatihan haruslah
spesifik. Massachusetts Institute of Technology menyarankan mahasiswanya untuk
membagi waktu belajarnya kedalam beberapa bagian. Durasi waktu belajar yang
efektif adalah satu jam. Lebih jauh, belajar yang paling efektif adalah dalam
satu jam dengan rincian 50 menit belajar dan 10 menit jeda. Jika program
pelatihan peningkatan literasi guru ini dirancang dengan baik, maka penggunaan
waktu satu jam dalam tiap sesi latihan adalah yang paling efektif.
Ada beberapa sumber pendanaan yang dapat
dimanfaatkan untuk mewujudkan kegiatan ini. Sumber dana pertama adalah dari
Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Menurut standar pengelolaan dana BOS Sekolah
Menengah Atas (SMA), salah satu komponen pembiayaannya adalah peningkatan mutu
guru. Salah satu poin pada standar itu disebutkan bahwa Dana BOS dapat digunakan
untuk mengadakan ‘In House Training (IHT)/workshop/lokakarya
untuk peningkatan mutu’. Pembiayaan tersebut diantaranya dapat meliputi (poin
D) biaya fotokopi, konsumsi dan jasa profesi bagi narasumber.
__________________________________
Baca Juga :
__________________________________
Sumber pendanaan kedua
bisa didapatkan dari swadaya guru sendiri. Mengingat program ini bermanfaat
untuk meningkatkan profesionalisme, guru dapat diminta untuk berpartisipasi
dalam bentuk membawa sendiri makan siang mereka. Para guru juga dapat
berpartisipasi dalam bentuk mengganti biaya fotokopi bahan pelatihan. Disamping
itu, sumber pendanaan ketiga juga dapat diperoleh dari pihak ketiga seperti
pemerintah daerah dan lembaga-lembaga lainnya.
Efektifitas peran sekolah dalam meningkatkan
kemampuan literasi guru melalui Program Literasi Guru ini dapat diketahui
dengan evaluasi yang baik. Rencana evaluasi ini dapat digunakan untuk
mengetahui apakah tujuan program ini sudah tercapai. Disisi lain, evaluasi
program ini juga dapat memberikan informasi spesifik tentang kualitas bahan
ajar yang digunakan selama pelatihan dan juga instruktur, tepat atau tidaknya
metoda latihan yang digunakan, efektifnya durasi waktu latihan dan teknologi
yang digunakan. Lebih jauh, evaluasi ini juga memberikan gambaran tentang
hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas program ini dimasa
yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ketikan Komentar anda dengan memilih pada opsi beri komentar sebagai Name/URL....