4 Sep 2010

Keluar Dari Rasa Nyaman!

Sejenak teringat akan sebuah buku yang pernah saya beli lebih kurang 4-5 tahun yang lalu. Buku tentang tulis menulis. Penulis bukunya saya lupa. Namun sampul putih nan sederhananya masih jelas teringat. Bukan persoalan tulis menulisnya yang menjadi perhatian besar saya, namun sebuah kalimat yang membuat saya terjaga dari kondisi membaca dengan ogah-ogahan. Penulis buku tersebut menuliskan dengan sebuah pertanyaan, “Apakah yang menjadi musuh terbesar manusia? Jawabannya adalah rasa nyaman”.
Redaksi kalimat tanya jawab tersebut langsung saja disetujui oleh otak kiri saya. Sesampai di kalimat tersebut saya haqul yakin bahwa memang rasa nyaman memang menjadi musuh terbesar manusia. Pernyataan rasa nyaman sebagai musuh terbesar manusia sebenarnya telah banyak diungkapkan oleh penulis dan pemikir lain dalam berbagai redaksi. Namun, bagi saya, tulisan penulis tersebutlah yang begitu melekat bagi saya sampai ketikan kalimat ini.
Lantas seperti apa penjelasannya? Kenapa rasa nyaman dapat dikatakan musuh terbesar manusia? Logika berpikirnya sangat sederhana. Jika seseorang tinggal di sebuah rumah mewah, segala kebutuhan tersedia dengan lengkap, semuanya serba ada, mau minta ini itu tinggal minta, dan tidak perlu lagi memikirkan hari esok, maka niscaya orang tersebut akan kehilangan daya kreatif, semangat untuk berbuat lebih baik. Untuk apa lagi berbuat lebih baik, jikalau hari ini sudah nyaman. Untuk apa bekerja lebih giat, jika segala kebutuhan telah terpenuhi. Untuk apalagi memutar otak lebih keras, jika semua telah terkendali.
Pada dasarnya, rasa nyaman yang dimaksud tulisan ini bukanlah sesuatu hal yang sepenuhnya bersifat materi. Tetapi lebih kepada rasa nyaman yang timbul secara psikologis. Karena, Rasa nyaman seperti inilah yang akan membuat manusia “terbunuh”. Rasa Nyaman inilah yang menjadi musuh terbesar manusia.
Betapa tidak, perasaan nyaman akan membuat manusia malas berpikir, tidak lagi kreatif dan inovatif. Kondisi seperti itu akan membuat kata-kata bijak seperi “aku ada karena aku berpikir” menentukan jalannya. Rasa nyaman yang membuat malas berpikir akan menggiring manusia pada kondisi “tiada”.
Banyak contoh dapat dilihat, bahwa justru ketika manusia dalam keadaan tidak nyaman, atau dalam kondisi kritis manusia akan menempuh kematangan dan prestasi gemilang. Contohnya, Hamka menyelesaikan karya fundamentalnya, Tafsir Al Azhar, ketika ia berada dalam sebuah kondisi yang sungguh tidak nyaman, di penjara. Atau, Tan Malaka merumuskan bentuk Negara ini setelah merdeka jauh sebelum yang lain memikirkan dalam bukunya “Naar de Republiek” ketika ia dalam kondisi tidak nyaman, dalam pelarian di buru tentara kolonial? Dan banyak lagi contoh lainnya.
Lantas, apakah kita harus menghukum diri dengan menjauh dari rasa nyaman? Atau terlalu kejam pada diri sendiri dengan hidup dalam kondisi mengerikan? Tidak begitu juga. Melainkan, mampu mengontrol diri agar tidak berlebihan dengan rasa nyaman. Karena sesuatu yang berlebihan akan bermuara pada kehancuran. Contoh faktual adalah, bagaimana peradaban islam di abad pertengahan hancur karena pembesar negeri telah larut dalam rasa nyaman berlebihan.

Ayo Keluar dari rasa nyaman!

Salam Berry Devanda

16 komentar:

  1. Saya sedang proses ke sana mas, walau dalam perjalanannya tidak melulu juga berada dalam posisi nyaman. Dalam arti secara sempit, konkretnya dari awalnya saya bekerja dan digaji mungkin sebentar lagi tidak. Masih dalam proses. Walau sudah yakin tapi ada beberapa yang tidak setuju. Sebuah tantangan tersendiri.
    Trims sekali, mohon doanya saja.
    Salam :)

    BalasHapus
  2. Keluar dari zona nyaman akan membuat kita menghadapi medan bahaya baru, yaitu dunia asing yang tak dikenal. Ini kemudian menjadi tantangan. Meski seolah menakutkan, namun sebenarnya jauh di bawah alam sadar kita senantiasa mencari tantangan. Apa gunanya? Ya untuk ditaklukkan......

    Makasih banyak Kang

    BalasHapus
  3. setelah pensiun bunda merasakan hal yang sama seperti yg ditulis disini, bergeser dr zona nyaman, dan perlu waktu, tdk mudah, kecuali dihadapi dn rasa syukur, dan mencari kesibukan baru yang menarik hati, agar tdk dibayangi terus oleh rasa stress yg berkepanjangan.
    ahirnya, semua bisa terlewati dgn rasa nyaman yg lain.
    salam

    BalasHapus
  4. Ya memang keluar dari rasa nyaman itu adalah susah bagi yang tidak memiliki jiwa untuk berjuang. Kalo sudah nyaman ngapain cari susah lagi.:D

    BalasHapus
  5. saya setuju, rasa nyaman akan membuat kita juga bosan.
    jadi kurang berwarna!
    tapi nyaman itu juga enak.

    BalasHapus
  6. itulah pentingnya kita tau apa passion kita kali kang... ketika kita berada dlm comfort zone a.k.a. rasa nyaman (yang berlebihan*) hingga pola fikir kita uda di kangkangi sama teriknya matahari... maka kita hanya akan kembali menjadi manusia yg gag tau apa yg kita mau :( saiia setuju kang...

    BalasHapus
  7. mau atau tidak kita akan keluar dari rasa nyaman dan memasuki sesuatu yang tidak nyaman (mungkin), tapi kayaknya tidak ada yang nyaman dan yang tidak nyaman, semua relatif dan tidak akan selamanya
    yang nyaman sekarang belum tentu nanti tetap nyaman atau sebaliknya

    salam dari pamekasan madura

    BalasHapus
  8. Kalo orang mencari tantangan selalu hidup dalam ketidak nyamanan, tetapi semua pasti juga mendambakan apa yang dikatakan dengan nyaman

    tapi saya setuju dengan mas berry ,kita tidak boleh terlena dengan keyamanan yang terbiasa kita jalani

    BalasHapus
  9. terlepas dari alasan apapun dengan berbagai macam pembenarannya, kondisi di (jika bicara scoop negara, maka...) masyarakat Indonesia yang seperti itu, sikap seperti itu, keadaan demikian, memunculkan sikap miskin kreatifitas, tidak berani dengan resiko, comfort zone dan mencari aman...

    BalasHapus
  10. Ia yah, bener juga.
    Intinya kita jangan terlalu berleha2 dengan rasa nyaman yang sedang kita nikmati.
    Ada baiknya untuk mencoba hal baru.

    BalasHapus
  11. tapi pada hakekatnya semua kita mencari rasa nyaman itu !!! ingat, secara naluriah kita berubah dan bertindak dari kondisi yang tidak nyaman ke kondisi nyaman,.barangkali kembali pada diri masing2 bagaimana mengelola rasa nyaman dan kecukupan yang Tuhan anugerahkan agar dapat menjadi media dan alat bantu demi kehidupan lebih baik bagi diri sendiri dan orang lain.

    BalasHapus
  12. setuju mas berry, zona nyaman tampaknya nyaman, tapi itu adalah pembunuh berwajah domba bagi kita...

    BalasHapus
  13. nice share sob . .

    menyambut idul fitri . .
    Minal Aidin Walfaizin . .
    Mohon maaf lahir dan batin . .

    BalasHapus
  14. Setuju sekali Mas Berry..
    Rasa nyaman itu hanya bersifat sementara...masih butuh usaha besar tuk tetap survive..

    BalasHapus
  15. kalau keluar dari rasa nyaman ,teruss kemana juragan ,,
    hehehehe

    BalasHapus

Ketikan Komentar anda dengan memilih pada opsi beri komentar sebagai Name/URL....