Laman

16 Nov 2019

Mewujudkan Sekolah Aman Bencana

Teman Teman sekalian, pada kesempatan ini saya ingin membagikan tulisan saya yang dimuat pada Harian Padang Ekspress (Group Jawa Pos) pada tanggal 2 Maret 2019. Selamat membaca 

Mewujudkan Sekolah Aman Bencana
Oleh : Berry Devanda (Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Koto XI Tarusan, Alumni School of Education The University of Adelaide, Australia)

Gempa bumi kembali mengguncang Sumatera Barat. Gempa yang terjadi di Solok Selatan yang kemudian disusul dengan Gempa Pasaman pada tanggal 28 Februari 2019 ini menimbulkan beberapa kerusakan. Informasi kerusakan telah dirilis oleh beberapa akun berita di sosial media seperti akun @infosumbar di Instagram yang mengutip data dari BPBD Solok Selatan, mengabarkan bahwa terdapat satu sekolah MIN yang mengalami kerusakan. Sebelumnya, gempa yang terjadi beberapa minggu lalu di kepulauan Mentawai juga menimbulkan dampak yaitu rusaknya SDN 02 Silaoinan, Desa Taikako, Kecamatan Sikakap, Mentawai (Padeks, 6/2/2019). Kejadian ini mengingatkan kembali bahwa Indonesia, khususnya Sumatera Barat dihadapkan pada ancaman beberapa macam bencana mulai dari banjir, kebakaran hutan, gempa, tsunami dan lainnya. Ancaman bencana tersebut juga dapat merusak fasilitas pendidikan. Selain itu, jika bencana terjadi ketika Proses Belajar Mengajar (PBM) sedang berlangsung, maka siswa, guru dan tenaga kependidikan juga akan menjadi korban. Oleh karena itu, perlu usaha untuk mengurangi resiko bencana dan mewujudkan sekolah yang aman dari bencana.
Sebagian besar gedung sekolah di Indonesia berada pada wilayah dengan potensi bencana. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan World Bankmenunjukan bahwa lebih kurang 75% sekolah-sekolah di Indonesia berada pada daerah rawan bencana. Secara lebih spesifik, BNPB juga merilis List Desa Kelas Bahaya Sedang dan Tinggi Tsunami. Terdapat lebih kurang 135 nagari di Sumatera Barat yang dikategorikan sebagai desa dengan tingkat bahaya tinggi ketika tsunami terjadi. Data ini menunjukan bahwa sekolah-sekolah yang berada pada desa tersebut perlu menciptakan kesadaran akan bencana sehingga kerusakan yang akan terjadi dapat dikurangi.
Kerusakan sarana dan prasarana pendidikan akibat bencana di Indonesia tidak sedikit jumlahnya. Dalam kurun waktu tahun 2004 sampai 2014 saja, BNPB merilis terdapat 82,892 ruang kelas sekolah tingkat menengah yang rusak ringan, 42,428 ruang kelas rusak berat. Sedangkan untuk sekolah dasar, masih pada kurun waktu tersebut, terdapat 182, 500 ruang rusak ringan dan 110,598 ruang rusak berat.
Besarnya potensi bencana tidak hanya berdampak pada asset berupa gedung serta sarana dan prasarana pendidikan lainnya namun juga pada peserta didik dan guru. Pada kenyataannya, guru dan anak-anak usia sekolah adalah asset berharga bangsa ini. Ditangan siswalah nantinya tongkat estafet kelangsungan bangsa ini akan diserahkan. Dalam Roadmap Sekolah/Madrasah Aman yang diterbitkan oleh Kemdikbud, lebih kurang 40 juta siswa di seluruh Indonesia rentan terhadap gempa bumi. Untuk itu, perlu usaha untuk mengurangi korban jiwa terutama anak-anak usia sekolah.
Salah satu usaha untuk mengurangi resiko bencana adalah dengan menerapkan sekolah aman bencana. UNESCO telah membuat tiga pilar sekolah aman yaitu Safe Learning FacilitiesSchool Disaster ManagementRisk Reduction and resilience education. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga sudah mengeluarkan Roadmap Sekolah/Madrasah Aman yang mengacu kepada tiga pilar yang dikeluarkan UNESCO tersebut. Ketiga Pilar tersebut diyakini mencakup semua usaha untuk mewujudkan sekolah yang aman.
Untuk memenuhi pilar yang pertama, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah diantaranya melakukan evaluasi terhadap seluruh gedung sekolah di Indonesia. Evaluasi tersebut bertujuan untuk menyediakan data kelayakan semua gedung-gedung sekolah. Data tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran gedung sekolah mana yang ramah gempa dan yang tidak. Bagi gedung sekolah yang tidak ramah gempa harus dilakukan perbaikan. Disisi lain, pembangunan ruang kelas baru yang diprogramkan pemerintah harus menjadikan struktur gedung ramah gempa sebagai syarat utama dalam memberikan bantuan gedung baru. Syarat utama ini harus diawasi keterlaksanaannya mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan gedung baru. 
__________________________________
Baca Juga :
__________________________________

Pilar kedua fokus kepada manajemen bencana di sekolah. Sekolah wajib melakukan analisa tentang apa saja potensi bencana yang mungkin dapat dialami. Setelah mendapatkan data tersebut, sekolah harus merancang prosedur operasional standar (POS) mitigasi bencana. POS tersebut hendaknya memuat hal-hal yang berkaitan dengan usaha mengurangi resiko bencana dan apa saja yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban Kepala Sekolah, Guru dan Tenaga Kependidikan, Siswa. Lebih jauh, sekolah berkewajiban mensosialisasikan POS tersebut kepada seluruh warga sekolah dan juga masyarakat sekitar. Sekolah juga diharapkan dapat melakukan latihan mitigasi kebencanaan nasional yang sudah ditetapkan setiap tahun pada tanggal 26 April. Latihan tersebut diharapkan dapat berjalan minimal satu kali setahun untuk memberikan gambaran kepada seluruh warga sekolah tentang proses evakuasi jika bencana terjadi.
Pilar ketiga dari sekolah aman bencana fokus kepada pendidikan kebencanaan dan usaha-usaha pengurangan resiko bencana. Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memenuhi pilar ini. Langkah awal dan sangat penting adalah dengan membangun kesadaran publik tentang bahaya bencana. Seluruh warga sekolah harus sadar dan mengetahui apa saja bentuk bentuk bencana yang dapat menimpa terutama ketika mereka sedang berada di lingkungan sekolah. Lebih jauh, mereka juga harus sadar dan mengetahui apa yang dilakukan ketika bencana tersebut sedang berlangsung. Pengetahuan tentang hal-hal tersebut wajib diketahui terutama oleh guru. Karena jika proses belajar mengajar (PBM) sedang berlangsung, maka gurulah yang akan memimpin proses evakuasi, mengarahkan siswa ke titik kumpul yang telah ditentukan. Kesadaran akan bencana dan bahaya apa saja yang dapat menimpa sekolah dapat dimunculkan dengan melakukan sosialisasi kepada seluruh warga sekolah melalui amanat upacara bendera, kegiatan kultum jumat, integrasi materi kebencanaan pada mata pelajaran dan lain sebagainya.
Pengurangan resiko bencana juga dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan pertolongan pertama. Pelatihan ini penting untuk membekali setiap siswa dan warga sekolah agar mempunyai pengetahuan tentang pertolongan pertama jika bencana terjadi. Selain berguna untuk diri siswa, diharapkan pengetahuan yang mereka punya dapat digunakan untuk menolong orang lain ketika bencana terjadi. Metoda pelatihan ini dapat berupa kombinasi daring dan tatap muka. Materi-materi penting pada pelatihan ini dapat disampaikan dengan metoda daring melalui aplikasi yang dibangun secara terpusat oleh pemerintah atau menggunakan aplikasi yang sudah tersedia online. Sedangkan metoda tatap muka diperuntukan untuk praktek pertolongan pertama. Untuk memastikan pelaksanaannya, kegiatan training ini hendaknya diambil oleh setiap siswa minimal satu kali selama periode sekolahnya.
Mewujudkan sekolah yang aman bencana membutuhkan usaha yang menyeluruh dari banyak pihak. Pemerintah melalui Dinas Pendidikan harus memastikan Roadmap Sekolah/Madrasah Aman yang sudah dirancang dengan baik oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015 tersebut dapat dijalankan dengan baik oleh setiap sekolah. Dengan menjalankan ketiga pilar sekolah aman bencana tersebut, diharapkan banyak fasilitas pendidikan serta nyawa siswa dan guru yang dapat diselamatkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketikan Komentar anda dengan memilih pada opsi beri komentar sebagai Name/URL....