Seperti biasa, memasuki ruangan masjid mencari saf yang masih kosong. Kali ini saya menempati barisan ketiga. Cukup strategis untuk mendengarkan khatib. Tapi, tunggu sebentar. Bukan, bukan itu tujuan sebenarnya dari pilihan barisan saf ini. Dari pintu masjid tadi saya melihat dilangit-langit tempat saya duduk ini, ada kipas angin yang cukup nyaman, kipasan angin ini yang “memaksa” saya untuk memilih tempat ini.
Masjid ini, masih seperti yang dulu. tidak banyak berubah. 18 tahun lamanya semenjak pertama kali saya berjumat disini, rasanya tidak banyak berubah. Hanya tempat berwuduk yang sudah perbarui. Saya palingkan pandangan ke semua sisi bagian depan. Di sebelah kiri depan, saya melihat seorang Bapak yang sudah lama saya kenal, tetangga sebelah rumah saya. Ketika awal-awal saya berjumat dulu, rasanya beliau masih begitu muda, pekerjaannya yang berat membuat dia berbadan kekar, rambutnya hitam, tampan. Namun hari ini, seperti antiklimaks dari 18 tahun yang lalu. Beliau sudah terlihat tua, badan kekarnya dulu sudah tidak ada lagi, rambutnya sudah memutih, lengkap dengan keriput kulitnya dan berbagai atribut ketuaan lainnya. hah...ternyata waktu telah merenggut semuanya darinya.
Saya palingkan lagi pandangan ke sebelah kanan depan. Dari samping kirinya, saya bisa dengan jelas mengenali orang ini. beliau orang tua teman sepermainan saya ketika kecil. Saya hafal betul wajahnya, karena dulu hampir setiap hari saya berlalu lalang di depan rumahnya, bermain di halaman belakangnya, sesekali berkelahi dengan anaknya. Dia yang dulu sangat energik, sekarang seperti malas untuk bergerak. Pandangannya sudah tidak setajam dulu. saya masih ingat ketika Dia menghardik sambil menatap kejam kami yang sedang bermain karena merusak pekarangannya. Kami semua kabur tunggang langgang karenanya. Tapi sekarang itu semua sudah tidak ada.
Saya puaskan memandang ke sekeliling. Satu persatu saya pandangi jamaah lainnya. saya mengenal mereka satu persatu, karena memang para jamaahnya itu-itu saja semenjak saya kecil. Yang tua satu per satu menghilang dari barisan saf jumat ini, yang muda sudah mulai keriput dan lemah, kawan-kawan sepermainan dulu sekarang menjadi laki-laki dewasa, adik-adik dibawah saya pun sekarang mulai menampakan kedewasaannya. Dibarisan belakang saya melihat anak-anak kecil mendengarkan khutbah sambil bercengkrama sesama mereka.
Seketika Terlintas dalam benak saya, sebentar lagi, justru anak-anak kecil itulah yang berfikiran sama dengan apa yang sedang saya pikirkan saat ini. tentu mereka juga akan memandang saya sebentar lagi menjadi tua. Ah...begitu cepat waktu ini berlalu. Rasanya baru kemarin saya bermain riang gembira tanpa beban dengan anak-anak tetangga. Sekarang, satu-satu persatu tanggungjawab ditumpangkan ke pundak saya.
Ah...banyak hal yang belum saya tunaikan. Banyak cita yang belum terpenuhi. Banyak kesalahan yang belum terampuni. Lambat laun saya merasakan perjalanan hidup semakin mendekati ujung. Sebentar saja rupanya. Sebentar saja 18 tahun yang lalu.
Saya jadi teringat kata bijak yang cukup mengena dengan apa yang saya rasakan kali ini.
"Jika ada pertanyaan Apakah yang paling dekat dari anda? Jawabannya adalah 1 detik yang akan datang. Jika ada pertanyaan Apakah yang paling jauh dari anda? Maka jawabannya adalah 1 detik yang telah berlalu"
Salam
Pen Lab
A fine collection of billingsgates in a glass fronted display box
Waktu berlalu dengan cepat ya sobat, semoga waktu yg telah diberikan buat kita bisa termamfaatkan dengan bijak.
BalasHapusHal besar apa yang telah kuperbuat tuk desaku selama 18 tahun ya? Makash mas atas renungannya, salam
BalasHapusdalem tuh..waktu memang cepat berlalu, apalagi kalau koneksi lemot, billing jalan terus tapi tab belum juga kebuka,huff..
BalasHapusWaktu memang cepat berlalu ya mas..
BalasHapusIya, saya juga sering mengalami pemikiran seperti mas berry. Kalau kebetulan sedang di kampung halaman, banyak hal yang berubah. Kadang itu menimbulkan sisi sentimental tersendiri, dan yah..nostalgia yang tak habis2nya..
Waktu laksana pedang, jika tak digunakan semestinya, ia akan berbalik menebas kita..itu pepatah yang selalu ada di notes saya.
Good article mas berry, kami tunggu artikel2 bagus dan inspiratif selanjutnya :)
tak bisa mengejar waktu
BalasHapustak bisa mengembalikan waktu
dia datang
dia berlalu
tak berhenti
Kenangan yang indah ya mas . .
BalasHapusmemang waktu tidak berasa telah berputar sedemikian cepat . .
kenangan ketika menduduki tempat yang sama dengan beberapa tahun lalu, terkadang membuat kehidupan terkesan seperti time chamber yang teramat panjang....
BalasHapussaya ingin sekali berfikiran seperti itu setiap kali shalat jum'at.. namun sayang, saya lebih sering ketiduran... hihihi
Akhirnya... satu detik yang sangat jauh itupun telah masuk dalam daftar penyesalan kita... :(
BalasHapusnostalgia mas mengingatkan saya pada masjid di kampung halaman... ikz.. :D
BalasHapusbetul sekali sob
BalasHapusapa kabar sahabaat
BalasHapusHmmm...ternyata 18 tahun itu terasa sangat cepat ya bang
BalasHapusCerita yang menginspirasi bang :-)
maaf baru sempat berkunjung...hehe
REALLY? AN AMERICAN DOCUMENT WITH A BRITISH SPELLING?
BalasHapusHizbut Tahrir Indonesia juga menuntut penguasa Turki untuk segera membebaskan para aktivis Hizbut Tahrir Turki dari segala tuduhan yang sengaja direkayasa untuk menghalangi aktivitas dakwah mereka. Jika tidak, maka Khilafah yang akan berdiri kelak akan membuat perhitungan atas kedzaliman telah dilakukan terhadap kaum muslimin, termasuk aktivis Hizbut Tahrir.
BalasHapussubhanallah..keren bang..
BalasHapusmaaf sudah lama tidak berkunjung...
bener banget, waktu terasa begitu cepat berlalu.
sudah sepantas nya kita bertanya pada diri, karya dan amal apa yang sudah kita hasilkan?
There's a mushroom cloud...for sure.. only this time it's from farts of insanity emanating from Kyl's butt.
BalasHapusI just wanna say one word "Awesome".
BalasHapuskeep on like that.